..sebuah upaya yang menyuarakan kebanggaan dan kecintaan pada tanah leluhur, tanah sejarah dan tanah peradaban

-Kijoen-

Sabtu, 27 Februari 2010

Batas Waktu pun Membias

Catatan : Kijoen

Pertemuan demi pertemuan para tokoh Desa Jatitujuh seakan tak berhenti, semua itu dilakukan atas nama kepedulian terhadap keberlangsungan sistem dan tata masyarakat yang diidealkan. Dalam sudut pandang para tokoh yang kembali berkumpul di rumah Memet Rahmat beberapa waktu lalu (23/2), mengisyaratkan bahwa ada suasana kurang harmonis tengah berlangsung.


Posisi pamong (perangkat) desa yang belum legal, membuat para tokoh menentukan sikap untuk segera bertemu dengan pucuk pimpinan BPD Desa Jatitujuh. Sikap itu dipicu oleh belum diterbitkannya surat pengangkatan oleh kuwu terhadap beberapa perangkat desa. Sementara masa kerja perangkat tersebut sudah nyaris satu tahun. Persoalan lain adalah, meminta pertanggungjawaban kelembagaan BPD yang telah memberikan tenggang waktu kepada perangkat yang belum memenuhi syarat administrasi pada akhir Pebruari 2010 ini.

Pada kesempatan itu, sebagian tokoh yang hadir sepakat pembenahan aparatur perangkat akan memuluskan roda tata kerja sistem kemasyarakatan yang dipimpin Kuwu Ono Masurna. Beberapa tokoh yang hadir antara lain : Kang Rouf Dimyati, Apuk, Fuad Hasyim, Drs. Ridwan, Drs. Dadan, Asep dan Memet Rahmat, nyaris semuanya membulatkan "niat" untuk tetap pada konsep kepedulian terhadap Desa Jatitujuh.

Pada kesempatan itu pula, dikaji beberapa kemungkinan kepentingan lain yang dikhawatirkan menggunakan rasa peduli para tokoh untuk dijadikan alat politik yang akan membuat masyarakat makin bingung bahkan kisruh.

Drs. Dadan dan Memet Rahmat, pada kesempatan itu mempertegas bahwa gerakan yang dibangun adalah gerakan murni untuk membangun rasa peduli terhadap Desa Jatitujuh. Tokoh lain pun yang hadir, punya kepentingan yang sama. Dialog-dialog yang dilakukan, bahkan kritik tajam yang terlontar pada pertemuan itu, semata-mata didasarkan pada konsep pemberdayaan masyarakat dan mengedapankan dinamika yang harus dijaga.

Maka, jika kemudian pertemuan itu mengerucut pada pertanggungjawaban bahasa hukum institusi BPD Desa Jatitujuh, adalah sesuatu yang wajar. Secara tidak langsung, pangkal persoalan yang mengemuka adalah hubungan secara hukum antara BPD dan Pemerintahan Desa Jatitujuh.

Kini yang menjadi pertanyaan dan persoalan adalah, sudah sejauh manakah pihak Pemerintah Desa Jatitujuh dan BPD mempersiapkan produk hukum, ketika batas waktu yang mereka canangkan mendekati pada titik akhir? Kita lihat dan nantikan.***

0 komentar:

Posting Komentar