..sebuah upaya yang menyuarakan kebanggaan dan kecintaan pada tanah leluhur, tanah sejarah dan tanah peradaban

-Kijoen-

Senin, 03 Mei 2010

Surat Kaleng, Abaikan Saja

Catatan : Kijoen

Ada beberapa catatan penting dalam perkembangan Desa Jatitujuh dalam kurun waktu akhir April 2010. Tingkat keterlibatan masyarakat dalam urun rembug pembangunan desa sudah mulai nampak, kepekaan Kepala Desa/Kuwu dalam menyikapi dinamika mulai diwujudkan dengan membuka diri terhadap masukan dan kritikan dari berbagai pihak.

Gejala ini membanggakan sekaligus juga akan mengukuhkan bahwa dinamika dan dialektika masyarakat Desa Jatitujuh tidak pernah berhenti. Masyarakat pada pengertian ini benar-benar menjadi bagian tidak terpisahkan dari roda pembangunan yang digulirkan oleh Ono Masurna selaku Kepala Desa/Kuwu Jatitujuh beserta jajarannya.

Tetapi, selalu ada hukum alam yang juga mengikuti guliran itu. Ketika rasa puas mulai menggelinding, sisi lain pun rasa ketidakpuasan menyeruak ditengah-tengah arus kepuasan. Sebagai wacana pembelajaran, bisa jadi ketidakpuasan itu menjadi bahan kajian yang menarik jika disampaikan dengan cara dan aturan yang disepakati oleh norma-norma yang bisa diterima oleh semua kalangan.

Persoalannya, guliran ketidakpuasan itu menyeruak dengan cara yang tidak profesional, atau sangat mungkin bisa disebut cara yang pengecut. Dua minggu terakhir menutup bulan April 2010, pada beberapa kalangan tertentu di pemerintahan Desa Jatitujuh beredar sebuah surat yang berisi masukan dan kritikan terhadap keberlangsungan pemerintahan Desa Jatitujuh. Surat itu ditujukan kepada Kepala Desa/Kuwu Jatitujuh, BPD dan beberapa tokoh masyarakat. Sayang sekali surat itu tidak mencantumkan dengan jelas alamat pengirim.

Hadirnya surat itu, bisa kita petakan sebagai fenomena budaya "membokong" yang sudah lama tidak muncul di Jatitujuh. Pada beberapa periodesasi pemerintahan Desa Jatitujuh, budaya surat kaleng sudah dianggap budaya yang tidak bertanggung jawab dan sikap pengecut, apalagi sejak Komite Peduli Desa Jatitujuh berdiri sejak satu dekade yang lalu.

Muncul kembalinya budaya membokong melalui surat kaleng, tentunya menjadi bahan pemikiran kita tentang dinamika atau dialektika yang mungkin menjadi salah arti dan kurang dipahami tujuannya. Tetapi, yang utama adalah, dinamika mengedepankan sikap jantan dan bertanggungjawab, dinamika mengutamakan dialog yang terbuka. Jadi, surat kaleng walau mungkin isinya menarik, abaikan saja !***

Baca Selengkapnya.......