..sebuah upaya yang menyuarakan kebanggaan dan kecintaan pada tanah leluhur, tanah sejarah dan tanah peradaban

-Kijoen-

Rabu, 10 Agustus 2011

Lomba pun Berakhir Tanpa Rekomendasi


-Surat Budaya Untuk Drs. Sanwasi, M.M,
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Majalengka

Tragis. Kata itu rasanya mampu mewakili kondisi yang terjadi saat Lomba Menulis Surat Buat Bupati Majalengka yang digagas alumni SPGN Majalengka tahun 1980, ditutup pada hari ini Rabu, 10 Agustus 2011 dengan tidak mendapat rekomendasi dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Majalengka.

Tak ada alasan yang rasional, jika melihat tahapan yang dilakukan  para alumni untuk mengusung peristiwa itu. Mohon rekomendasi atas lomba itu sudah dilakukan jauh-jauh hari. Soal dasar, apa, mengapa dan bagaimana, tentunya sudah disampaikan lewat proposal beserta petunjuk teknis atas lomba itu.

Lomba itu sendiri digagas berdasarkan keprihatinan atas kondisi nyata pendidikan di lapangan. Ketika arus teknologi menyerbu berbagai lini, pendidikan pun kena imbas. Salah satu imbas itu nyata pada kebiasaan anak didik kita dalam menulis. Kebiasaan baru yang dibangun alat komunikasi yang canggih, terkadang mengesampaingkan etika dan kaidah-kaidah dalam menuliskan buah pikirannya. Kita yakini cara seseorang menulis bisa dianggap sebagai cerminan dari moralitas yang ada. Bicara etika, kaidah dan moral erat kaitannya dengan pengertian karakter menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY,2008) yakni, serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivation), dan keterampilan (skills).

Menulis surat kepada seseorang dengan strata tertentu adalah upaya mengukuhkan nilai-nilai moralitas terhadap lingkungan sosial. Panitia pun beranggapan bahwa menulis surat adalah bagian dari pelaksanaan 11 prinsip Pendidikan Karakter yang salah satunya adalah mendefinisikan karakter yang mencakup berpikir (thinking), merasa (feeling) dan melakukan (doing), juga menjadi bagian dari menyediakan kesempatan yang luas bagi para siswanya untuk melakukan tindakan moral (moral action).

Pada sisi lain, menulis surat dengan tematik kepekaan pada lingkungan menjadikan lomba menulis surat ikut mengukuhkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010) yang intinya : secara psikologis dan sosial kultur pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial cultural (keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi semua itu dapat dikelompokan menjadi ; Olah Hati (Spritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olag Raga dan Kinestik (physical and kinestetic development) dan Olah Rasa dan Karsa (affective and creativity development). Menulis surat, kami yakini menjadi bagian tak terpisahkan dari semua grand design itu.

Pertimbangan lain adalah, menulis surat dengan etika dan kaidah-kaidah moral menjadi bagian dari pengertian pendidikan karakter, yakni sebagai upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hokum, tata karma, budaya, dan adat istiadat.
Kembali pada persoalan rekomendasi, apa yang membuat Dinas Pendidikan Kabupaten Majalengka lambat mengeluarkan rekomendasi tanpa penjelasan yang rinci? Serumit apakah persoalan Lomba Menulis Surat Buat Bupati Majalengka dalam pemahaman pendidikan dan persoalan politis?

Jika jajaran panitia melakukan tindakan “keliru” dengan melangkahi kebijakan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Majalengka, tidak bisakah melalui “segudang” kewenangannya memberi ruang dialog?

Akhirnya, wajar jika kemudian secara budaya berani saya katakana bahwa, Majalengka adalah kuburan yang tepat untuk ide-ide kreatif.

Salam
KIJOEN
Cuma seorang buruh kesenian.



Baca Selengkapnya.......