..sebuah upaya yang menyuarakan kebanggaan dan kecintaan pada tanah leluhur, tanah sejarah dan tanah peradaban

-Kijoen-

Selasa, 23 Juni 2015

Catatan Budaya Kijoen



Catatan Budaya Kijoen
Ganti Perangkat Desa, Fenomena Kepala Desa Baru

Pesta demokrasi pemilihan kepala desa di Kabupaten Majalengka yang serentak dilaksanakan pada tanggal 13 Juni 2015 lalu telah berakhir. Sebanyak kurang lebih 120 an desa di Kabupaten Majalengka melaksanakan pemilihan kepala desa. Secara umum penyelenggaraan pesta demokrasi itu berlangsung dengan baik. Kalau pun kemudian ada riak atas kemenangan, tentu sebatas dinamika masyarakat dalam memahami pilihan Kepala Desa. Usainya proses demokrasi pemilihan kepala desa berada pada ujung suasana ramadhan, ada tanggung jawab moral soal maap memaapkan, dari pada mempersoalkan kalah dan menang.
Para Kepala Desa yang terpilih, adalah bagian dari keistimewaan Undang-undang No 6 Tahun 2014, karena mereka akan memulai dasar hukum kelangsungan pemerintahan desa dengan berlandas pada undang-undang itu. Setelah melalui perdebatan panjang selama 7 tahun akhirnya sidang paripurna DPR RI, Rabu 18 Desember 2013 menyetujui rancangan Undang-Undang Desa untuk disahkan menjadi Undang-Undang Desa. Ribuan Kepala Desa diseluruh Indonesia menyambut dengan gegap gempita dan penuh dengan sukacita, kecuali daerah Padang Sumatera Barat yang menolak Undang-Undang tersebut.
Mengapa Undang-Undang Desa yang disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 15 Januari 2014 itu terasa begitu istimewa?  Bahkan berkali-kali Kepala Desa dari beberapa daerah di Indonesia berkumpul di Jakarta melakukan unjuk rasa menuntut agar RUU Desa segera disahkan menjadi Undang-Undang.
Para Kepala Desa terpilih akan merasanakan jabaran dari Undang-undang tentang desa. Dari mulai kewenangan mengelola keuangan, adanya gaji, besarnya anggaran dan masa jabatan dan peluang panjang atau periodesasi kepala desa semuanya menjadi berbeda bahkan istimewa dibanding undang-undang sebelumnya. Beberapa keistimewaan itu antara lain :
Dana Milyaran Rupiah akan masuk ke Desa
Isu yang berkembang bahwa dengan disahkannya Undang-Undang Desa maka tiap Desa akan mendapatkan kucuran dana dari pemerintah pusat melalui APBN lebih kurang 1 Milyar per tahun. Ini bisa kita baca pada pasal 72 ayat (1) mengenai sumber pendapatan desa, dalam huruf d. disebutkan "alokasi dana desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota". Selanjutnya dalam ayat (4) pasal yang sama disebutkan "Alokasi dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus".
Menurut Priyo Budi Santoso wakil ketua DPRRI, UU Desa juga mengatur tentang alokasi dana dari pemerintah pusat. "Selama ini kan tidak pernah ada anggaran dari pusat. Jumlahnya sebesar 10 persen dari dana per daerah, wajib diberikan, nggak boleh dicuil sedikitpun. Kira-kira sekitar Rp700 juta untuk tiap desa per tahunnya," ujar dia.
Sementara itu Wakil Ketua Pansus RUU Desa, Budiman Sudjatmiko, menyatakan jumlah 10 persen dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah  dikurangi Dana Alokasi Khusus harus diberikan ke Desa. "Sepuluh persen bukan diambil dari dana transfer daerah," kata Budiman. Artinya, kata Budiman, dana sekitar Rp104,6 triliun ini dibagi sekitar 72.000 desa. Sehingga total Rp1,4 miliar per tahun per desa.
"Tetapi akan disesuaikan geografis, jumlah penduduk, jumlah kemiskinan," ujarnya.
Dana itu, kata Budiman, diajukan desa melalui Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
BPD merupakan badan permusyawaratan di tingkat desa yang turut membahas dan menyepakati berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan Pemerintah Desa. "Mereka bersidang minimal setahun sekali," ujar Budiman.
Penghasilan Kepala Desa
Selain Dana Milyaran Rupiah, keistimewaan berikutnya adalah menyangkut penghasilan tetap Kepala Desa. Menurut Pasal 66 Kepala Desa atau yang disebut lain (Nagari) memperoleh gaji dan penghasilan tetap setiap bulan. Penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa bersumber dari dana perimbangan dalam APBN yang diterima oleh kabupaten/kota ditetapkan oleh APBD. Selain penghasilan tetap yang dimaksud, Kepala Desa dan Perangkat Desa juga memperoleh jaminan kesehatan dan penerimaan lainya yang sah.
Kewenangan Kepala Desa
Selain dua hal sebagaimana tersebut diatas, dalam UU Desa tersebut akan ada pembagian kewenangan tambahan dari pemerintah daerah yang merupakan kewenangan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yaitu adanya peluang desa untuk mengatur penerimaan yang merupakan pendapatan desa yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 72 UU Desa. Hal ini ditegaskan oleh Bachruddin Nasori, Anggota Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Desa (Panja RUU Desa).
 “Jika selama ini, Kepala desa menjadi pesuruh camat, bupati. Tapi hari ini jadi raja dan penentu sendiri, jadi Kepala Desa yang berkuasa penuh mengatur dan membangun desanya," kata Bachruddin Nasori.
Keistimewaan itu yang terkadang membuat para Kepala Desa terbuai, sehingga tanpa membaca keseluruhan undang-undang itu, Kepala Desa terpilih melakukan langkah-langkah yang bersandar hak preogatif Kepala Desa. Salah satunya adalah penggantian perangkat desa. Penggantian itu lebih banyak berdasar pada persoalan suka dan tidak suka, bukan pada persoalan perbaikan menuju ke arah kebaikan. Padahal tahapan-tahapan mengganti perangkat desa tidak sederhana, dan membutuhkan proses yang cukup panjang.
Di Jatitujuh sendiri, kemenangan Kepala Desa terpilih, diiringi dengan issu perombakan pamong desa. Bahkan, rancangan hasil rapat tim sukses kuwu terpilih tersebar di masyarakat. Tak ada klarifikasi atas issu itu.  Mestinya suasana bulan ramadhan, dimaknai dengan silaturahmi dan saling memaapkan. Tidak malah menyebarkan beberapa nama yang direncanakan mengisi “kabinet” desa Jatitujuh.
Catatan Budaya ini hanya sekedar mengingatkan, bahwa betapa pun Undang-undang No 6 Tahun 2014 tentang desa, banyak menawarkan keistimewaan, tapi tetap proses atas keistimewaan itu harus dilalui. Semoga.***

Baca Selengkapnya.......

Minggu, 21 Juni 2015

Surat Budaya Untuk Kepala Dinas Koperasi Kabupaten Majalengka.

Koperasi Dwi Fani, Uang Tabungan Tak Bisa Dibagikan Disinyalir Digunakan Untuk Dana Pemilihan Kepala Desa Jatitujuh.

Kepala Dinas Koperasi Majalengka yang saya hormati,
Seseorang atau sekelompok orang yang hendak mendirikan koperasi tentu sudah memahami dasar-dasar hukum perkoperasian, baik itu maksud maupun tujuan. Rujukan awal pasti akan bersandar pada Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia 1945, pasal 33 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Belum lagi, beberapa landasan lainnya seperti ; Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi. Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1994 tentang Pembubaran Koperasi oleh Pemerintah. Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Simpan Pinjam oleh Koperasi. Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi. Surat Keputusan Menteri Negara Koperasi dan PPK No. 36/Kep/MII/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan dan Peleburan Koperasi. Surat Keputusan Menteri Negara Koperasi dan PKM No. 19/KEP/Meneg/III/2000 tentang Pedoman kelembagaan dan Usaha Koperasi. Peraturan Menteri No. 01 tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.
Dasar hukum itulah yang harus dipahami oleh pengurus koperasi dilingkungan teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia. Melengkapi dasar hukum, yaitu adanya landasan dan prinsip gerakan koperasi. Di Indonesia landasan dan prinsip koperasi, telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 25 tentang Perkoperasian. Landasan sendiri dibagi tiga, 1. Landasan Idiil Koperasi Indonesia adalah Pancasila. 2. Landasan Strukturil dan landasan gerak Koperasi Indonesia adalah Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD N RI 1945). 3. Landasan Mental Koperasi adalah setia kawan dan kesadaran berpribadi. Dasar hukum Koperasi Indonesia adalah UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. UU ini disahkan di Jakarta pada tanggal 21 Oktober 1992, ditandatangani oleh Presiden RI Soeharto, dan diumumkan pada Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 116.
Sedangkan prinsip-prinsip koperasi Prinsip koperasi dalam UU No. 25 tahun 1992 mengenai Perkoperasian, sebagai berikut : A. Pengelolaan koperasi dijalankan secara demokrasi. B. Pembagian sisa hasil usaha dilaksanakan secara adil sesuai dengan jasa yang di jual anggotanya. C. Koperasi harus bersifat mandiri. D. Balas jasa yang diberikan bersifat terbatas terhadap modal.
Berdasarkan UU No. 12 tahun 1967, koperasi merupakan organisasi kerakyatan bersifat sosial, anggotanya orang-orang yang termasuk dalam tatanan ekonomi bersifat usaha bersama dan berazazkan pada kekeluargaan, maka dari itu koperasi di Indonesia dilindungi oleh badan hukum yang telah ditetapkan.
Koperasi Dwi Fani Desa Jatitujuh Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka adalah koperasi yang didirikan dengan dasar, landasan dan prinsip sesuai dengan peraturan yang ada. Koperasi yang didirikan dengan Badan Hukum No. 518/Kep.01/Kop.UKM, tanggal 15 Januari 2003 itu, mendadak jadi perbincangan dan sorotan masyarakat dan anggotanya.
Sorotan itu dimulai dengan susahnya mengambil uang tabungan anggotanya dan pembagian tabungan menjelang ramadhan serta hari raya pun macet. Tak ayal hampir tiap hari kantor Koperasi Dwi Fani didatangi anggotanya dari berbagai pelosok desa di Kecamatan Jatitujuh bahkan dari kecamatan luar Jatitujuh. Ketua dan  pengurus tidak bisa memberikan jawaban yang pasti atas “keterlambatan” pembagian tabungan anggotanya, bahkan terkesan menghindar. Bahkan beberapa hari belakangan, kantor tutup dan pintunya digembok.
Ketidakjelasan pertanggungjawaban para pengurus, menggiring opini miring yang berkembang di masyarakat Desa Jatitujuh. Opini miring itu mengarah pada posisi ketua Koperasi Dwi Fani yang telah menjadi “sponsor” salah satu calon Kepala Desa Jatitujuh. Pesta demokrasi pemilihan Kepala Desa Jatitujuh yang berlangsung tanggal 13 Juni lalu telah berakhir. Dan calon yang “disponsori” oleh Ketua Koperasi Dwi Fani menjadi pemenangnya.
Lalu, apa kaitannya dengan macetnya uang tabungan anggota Koperasi Dwi Fani? Dari beberapa nara sumber yang bisa dipercaya, Ketua Koperasi Dwi Fani menggunakan uang tabungan anggotanya untuk membiayai proses pemenangan pemilihan kepala desa di Jatitujuh. Tidak adanya kejelasan atas keterlambatan itu, semakin menggiring opini tersebut. Jika kemudian, semuanya terbukti dan menjadi kebenaran atas opini itu, maka pihak berwenang harus bertanggungjawab.
Kepala Dinas Koperasi Kabupaten Majalengka yang saya hormati,
Surat budaya ini saya buat atas dasar kepentingan masyarakat, yang tentunya berdasar pada Dasar, Landasan dan Prinsip Koperasi di Indonesia yang masih syah secara hukum. Dibutuhkan kejelian dan ketelitian untuk memberi ketegasan atas pelanggaran tersebut. Saya masih percaya pada aturan yang kita agungkan bersama.

Majalengka, Juni 2015
Dedi Junaedi Kijoen
Seorang buruh kebudayaan
 

Baca Selengkapnya.......

Senin, 06 Agustus 2012

Teu Ngarti

Ieu blog ngadak-ngadak teu bisa dibuka, aya wae ripway. Pokona lieur....

Baca Selengkapnya.......